Thursday, January 10, 2008

Jihad ala Bushido

20/09/2007

Beberapa waktu lalu, empat belas organisasi masyarakat Islam, antara lain Muhammadiyah dan NU, menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk berjihad melawan para koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hingga mereka mengembalikan seluruh kerugian negara yang ditimbulkan. Terlepas dari kontroversi yang muncul setelah dijadikan iklan, langkah tersebut cukup menarik dan patut dipuji. Itu dikarenakan selama ini penanganan hukum bagi tindak korupsi memang dinilai masih setengah hati, bersifat tebang pilih, tidak pernah tuntas dan kurang mendapat tindakan tegas dari aparat. Di sisi lain, deklarasi tersebut menunjukkan kecaman para tokoh Islam pada pelanggaran moral serius berupa penyelewengan kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sebagai bagian dari amr ma’ruf nahi munkar.



Lazimnya, para ulama ataupun tokoh Islam hanya lantang mengkritisi pelanggaran moral dengan definisi yang sempit. Sebagian lainnya bahkan tidak segan-segan menindak langsung dengan menghancurkan tempat-tempat yang diklaim sebagai sumber perbuatan amoral dan maksiat seperti kafe, klab malam, perjudian, pelacuran dan sejenisnya. Kegiatan yang terutama dilancarkan demi menjaga kesucian bulan Ramadhan tersebut tak jarang bersifat anarkis sehingga merugikan pihak-pihak tertentu. Di sisi lain, mereka sama sekali tidak mengambil sikap apapun terhadap persoalan korupsi yang semakin mengakar sekaligus menggurita mulai dari soal pengurusan KTP di tingkat kecamatan hingga kasus-kasus yang melibatkan Bulog di tingkat nasional. Karena kerap ditolerir, tak mengherankan jika tokoh agama sendiri pun sampai terperangkap jeratan korupsi dan terpaksa mendekam di bui.



Cukup miris jika membandingkan fenomena korupsi di negara relijius dengan negara sekuler. Menurut Corruption Perceptions Index (CPI) tahun 2006, peringkat terburuk justru diduduki oleh negara yang cukup relijius seperti Indonesia, Pakistan, Sudan dan Iraq. Sementara sejumlah negara sekuler yang dianggap abai terhadap agama relatif bersih dari korupsi. Di antaranya adalah Finlandia, Denmark, Singapura, Swedia, Swiss, Australia, Belanda dan negara-negara ‘kafir’ lainnya. Mereka benar-benar menyadari bahwa korupsi adalah momok yang dapat merusak banyak sendi sosial-ekonomi dan pada akhirnya menghambat pertumbuhan bangsa.



Di negara saudara tua kita, Jepang, Menteri Pertanian Norihiko Akagi yang baru dua bulan menjabat mengundurkan diri pada bulan Agustus kemarin karena didakwa lalai melaporkan biaya kantornya. Pendahulunya, Toshikatsu Matsuoka, melakukan bunuh diri pada bulan Mei lalu karena terlibat skandal keuangan. Serangkaian skandal korupsi tersebut pada akhirnya memaksa Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk mengakhiri masa jabatannya yang belum genap setahun. Hal tersebut tak lain dikarenakan masyarakat Jepang masih berpegang teguh pada kode etik kepahlawanan samurai yang dikenal dengan Bushido, yang menjunjung tinggi moralitas, kebajikan, keberanian, dan kejujuran.



Padahal dalam Islam, secara normatif al-Quran tak pernah jemu menganjurkan umatnya untuk selalu menegakkan keadilan, mengentaskan kemiskinan dan mewanti-wanti mereka untuk tidak mengkhianati amanah atau menyalahgunakannya. Nabi Muhammad sendiri pun menolak mengampuni seorang perempuan dari Bani Makhzumiyah yang mencuri, dan mengatakan: “ Umat sebelum kalian telah ditimpa kehancuran dikarenakan apabila yang mencuri itu para elit mereka biarkan saja, namun apabila yang mencuri itu rakyat biasa mereka baru menegakkan hukum atasnya. Demi Allah, sekiranya anak kandungku Fathimah mencuri, maka aku akan sungguh-sungguh memotong tangannya.”



Nampaknya, reduksi pemaknaan agama sehingga lebih mementingkan kesalehan ritual daripada kesalehan sosial dapat menjawab ironi di atas. Selama ini, umat Islam terlalu menyibukkan diri dengan perhitungan pahala dan dosa individual, tanpa adanya kesadaran terhadap problem-problem sosial seperti kemiskinan, korupsi, penggusuran atau pengangguran yang berimbas langsung pada kemaslahatan umat. Bukankah Islam dilahirkan untuk membebaskan manusia dari pelbagai bentuk perbudakan dan eksploitasi? Bukankah Islam datang dalam rangka memperbaiki sistem sosial masyarakat yang timpang?



Pada Ramadhan kali ini, ada baiknya jika umat Islam kembali merenung dan mencerna secara mendalam bagaimana al-Qur’an kerap mengaitkan soal keimanan dengan perbuatan baik. Sebab, kesaksian iman tidak akan pernah memadai tanpa dibuktikan oleh implementasinya di dalam kehidupan sosial yang nyata. [Lanny]

No comments: